
Oleh: Prof.Dr.Ibrahim, MA
Ketua LTN PWNU Kalbar
Dua hal yang penting saya jelaskan terkait dengan tema ini, yakni moderasi; dan komplek antarbudaya.
Tema ini saya tulis untuk menjawab pertanyaan salah seorang peserta kegiatan Moderasi Beragama bagi para Pimpinan Lembaga Pendidikan Keislaman oleh Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat pada hari Jum’at lalu.
Intinya, peserta tersebut berbagi cerita soal kondisi di komplek pemukiman beliau yang terdiri dari warga yg berbeda agama. Karenanya ada kesepakatan antar warga komplek untuk membuat kebijakan mengatur waktu pelaksananaan ibadah & ekspresi keagamaan di masjid. Misalnya pebatasan waktu takbiran atau tadarrusan di masjid yang menggunakan pengeras suara luar (Toa) tidak boleh lewat jam 21.30 malam. Kebijakan ini dibuat untuk alasan menjaga harmonisasi antar warga yang berbeda agama.
Kondisi ini seharusnya dapat kita pahami dalam kontek masyarakat plural yang perlu menjaga hubungan antarumat beragama. Dimana hak beribadah dan mengekspresikan semangat beragama tidak seharusnya melanggar hak privasi dan ketenangan orang lain. Kondisi di atas merupakan gambaran dari sebagian besar masyarakat kita yang plural ini, baik agama maupun budaya. Bahwa setiap kita memang punya hak dan kebebasan untuk melakukan sesuatu, termasuk dalam mengekspresikan semangat beragama. Akan tetapi hak dan kebebasan kita dibatasi oleh adanya hak dan kebebasan orang lain. Setiap kita bebas melakukan apa yang menjadi hak kita dalam beragama. Tapi setiap kita juga wajib memberikan kebebasan orang lain untuk mengambil hak nya. Karena itulah, setiap kita yang hidup dalam keragaman & pluralitas, penting untuk saling memahami dan menjaga hak masing. Setiap kita penting untuk menghormati satu sama lain. Dengan kata lain hak dan kebebasan orang lain itulah yang menjadi batas bagi hak dan kebebasan kita. Disinilah kita perlu mengatur dengan bijak pelaksanaan hak dan kewajiban masing-masing, supaya tidak saling menindas satu sama lain. Sebaliknya, kebijakan mengatur pelaksanaan hak dan kewajiban ini menjadi syarat bagi upaya menjaga harmonisasi. Begitulah seharusnya dalam membangun harmonisasi antar warga komplek yang berbeda budaya dan agama.
Kemudian jika semua kita mampu dan mau untuk menyepakati kebijakan tersebut dengan tulus saling menghormati, menghargai serta saling menjaga hak dan kewajiban masing-masing, maka itulah bentuk implementasi prinsip moderasi beragama dalam komplek perumahan antar warga yang berbeda agama dan budaya.
Intinya, moderasi beragama dan harmonisasi antarbudaya akan bisa terwujud jika prinsip tersebut menjadi kesadaran semua kita (umat lintas agama & budaya). Wallaahu a’lam (Pontianak, 16/07/22)