
Jakarta – NU Khatulistiwa. Ketua Pengurus Pusat NU-Care LAZISNU KH. Achmad Sudrajat mengatakan bahwa perlunya masyarakat muslim Indonesia membangun rasa cinta terhadap zakat sebagai gerakan moral, tidak hanya sekedar menggugurkan kewajiban membayar zakat saja. Namun diniatkan pula untuk menumbuhkan rasa solidaritas antar umat beragama, agar dapat mensejahterakan kaum Asnaf.
Ia memaparkan bahwa agama Islam memiliki sumber keuangan sosial, seperti Zakat, Infak, Shadaqah, Hibah, Qurban, Fidyah dan lainya. Apabila sumber keuangan tersebut dikelola secara optimal, maka kemiskinan di Indonesia akan terberantas, dilihat dari keberadaan umat muslim yang menempati posisi mayoritas.
“Bicara tentang keuangan sosial, kita memilki sumber berupa zakat, infaq, shadaqah dan lainya, Ini merupakan potensi yang perlu dicarikan solusi agar dapat ditampilkan secara profesional, sebab saat ini penyaluran dan pengelolaan ZIS masih secara kurtural. Lembaga zakat, masyarakat dan pemerintah memiki peran, jika bergerak bersama sama, maka akan melahirkan pementasan kemiskinan,” ungkap KH.Achmad Sudrajat saat mengisi materi di acara Webinar yang diselenggarakan oleh BAZNAS dan NU Channel. Rabu,(22/9)
Strategi Islam Untuk Kesejahteraan Publik
KH.Achmad Sudrajat mengatakan bahwa masyarakat Indonesia memiliki rasa solidaritas tinggi, sebagai penduduk muslim terbesar, menurutnya potensi zakat di Indonesia besar yaitu berjumlah 300 Triliun per tahun. Namun saat ini total zakat yang tercover baru berjumlah 15 Triliun, menurutnya masih banyak zakat yang belum dioptimalkan secara maksimal.
“dengan jauhnya jarak antara jumlah zakat yang tercover dengan potensi zakat di Indonesia, maka setiap lembaga zakat perlu menyiapkan strategi untuk menciptakan kesejahteraan publik, yaitu dengan mengembangkan sektor rill, sektor fiskal dan sektor sosial,” papar KH.Ahmad Sudrajat.
Menurut pemaparannya, strategi untuk mensejahterakan publik antara lain, mendorong masyarakat bekerja sektor rill seperti meningkatkan mobilitas wakaf, dan sektor fiskal dengan menciptakan ekosistem bekerja yang kondusif, kebebasan berusaha, rasa aman dan proteksi SDA. Kemudian mendorong ketahanan keluarga dengan melakukan pengembangan infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya,
“yang terakhir dengan Intervensi pemerintah masyarakat muslim, melalui bantuan pemerintah seperti melakukan MOU dengan kementerian sosial,” tandanya.
Menurut Ketua PP NU-Care LAZISNU, lembaga zakat memiliki PR besar untuk mengatasi problem lainya seperti saat terjadi bencana alam yang pasti akan melahirkan fakir, miskin dan kaum yang termarjinalkan, maka lembaga zakat perlu mengatur starategi intervensi zakat, infaq dan shadaqah. Intervensi tersebut meliputi bantuan kemanusiaan, pendidikan dan kesehatan. bantuannya berupa alat produksi, bantuan akses pasar/penasaran, bantuan peningkatan keterampilan usaha/bekerja.
Pembangunan Ekonomi Mustahik Dengan Zakat Produktif
Di sini menurut KH.Achmad Sudrajat peran Lembaga Amil Zakat adalah untuk mengatur strategi bagaimana dana sosial tersebut tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar Mustahik, namun juga untuk disalurkan secara produktif, jika saluran secara produktif terlaksana tentunya mustahik akan mengembangkan usaha. Jika usahanya berkembang maka akan meningkatkan iman dan amal Mustahik, sehingga status yang awalnya Mustahik berganti menjadi Muzakki.
“Zakat yang besarnya 2,5 persen hanyalah sebuah etalase praktis namun memiliki substansi yang mendalam. Bagaimana zakat dapat mengangkat kesejahteraan kaum muslim yang di bawah. Zakat dapat mensucikaan harta, melemahkan daya tamak, yang tentu akan menciptakan sifat qonaah, sehingga sifat dermawan, syukur dan kehidupan stabil akan tercipta,”jelasnya.
Oleh karena itu menurutnya, untuk melakukan pembangunan kesejahteraan ekonomi mustahik, Lembaga Amil Zakat perlu meningkatkan pengelolaan secara produktif, tidak hanya secara konsumtif. Perlu adanya strategi baru di setiap LAZ, untuk menyiapkan program-program penyaluran zakat produktif dalam rangka memberdayakan ekonomi Mustahik.
Yang terakhir, ia menambahkan bahwa zakat tidak semestinya dipandang sebagai kewajiban yang sifatnya ilahiyah, melainkan untuk melekatkan fungsi jaring pengaman sosial bagi masyarakat, mendakwahkan cinta zakat merupakan ikhtiar bersama membangun kesejahteraan sosial dan mengurangi kesenjangan antar kelas sosial di masyarakat.
“2,5 persen dari harta yang dizaktakan merupakan bentuk keberpihakan kita bagi mereka yang lemah,” tutup KH.Achmad Sudrajat yang juga sebagai Pimpinan BAZNAS RI. (Siti Maulida)