Home / Opini / Kenali PILIHANmu di PILKADA 2020

Kenali PILIHANmu di PILKADA 2020

Oleh Sholihin H.Z.

(Guru dan Penulis)

Tanggal 9 Desember 2020 menjadi ajang kompetisi bagi beberapa daerah di tanah air. Pemilu serentak nanti akan memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota di 9 Provinsi, 224 Kabupaten dan 37 Kota di Indonesia. https://kominfo.go.id/content/detail/29496/pilkada-2020-kominfo-sosialisasikan-pemilih-cerdas-damai-dan-sehat/0/berita_satker). Khusus untuk Kalimantan Barat, KPU Kalbar menginformasikan terdapat 23 bakal pasangan calon yang melalui jalur partai politik atau gabungan partai politik yang mendaftar sebagai Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati di 7 Kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2020 yang melaksanakan Pemilihan Serentak Tahun 2020.

Tujuh kabupaten di Kalimantan Barat dimaksud adalah kabupaten Sambas, kabupaten Bengkayang, kabupaten Sekadau, kabupaten Sintang, kabupaten Melawi, kabupaten Kapuas Hulu dan kabupaten Ketapang. (https://kalbar.kpu.go.id/berita/bapaslon-pada-pemilihan-serentak-di-kalbar).

Menurut Direktur Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum dan Keamanan, Ditjen IKP, Bambang Gunawan setidaknya tiga hal yang menjadi perhatian Kominfo dan mudahan menjadi harapan kita bersama yakni terselenggaranya pilkada dari dan oleh pemilih sebagai pemilih cerdas, pemilih damai dan pemilih sehat sebagaimana yang diekspos di laman Kementerian Kominfo edisi 18 September 2020.

Penulis tidak akan membincang ulang regulasi yang sudah ditetapkan. Tetapi bahwa dikala musim semacam ini (baca: pilkada) maka berbagai kemungkinan seakan rutin terulang. Terulang yang penulis maksudkan adalah adanya istilah yang semua kita sangat mafhum, ‘serangan fajar’, money politic, one vote one hundred dan sebagainya.

Tulisan ini hanya sebatas bagian dari ‘kerja dakwah” yang intinya mengingatkan kita semua untuk hati-hati, per-hati-an dan tidak bisa sesuka hati saat memilih siapa yang akan dijagokan dalam pilkada nanti. Asa kita adalah nantinya terpilih seorang / tim yang memiliki komitmen untuk kerja secara cerdas, kerja secara waras dan kerja secara ikhlas.

Kerja cerdas yang lebih dekat kepada makna kerja otak ditunjukkan dengan kemampuan menghasilkan produk kerja yang pro masyarakat, melindungi kesejahteraan rakyat dan satu hal yang tidak boleh hilang adalah bahwa programnya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Khusus yang pertama ini  wajib menjadi perhatian, tidak ada komunitas, bangsa dan negara apapun yang maju dengan mengabaikan aspek mencerdaskan kehidupan bangsa ini. Sederhananya cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan pendidikan (ilmu pengetahuan). Ringkasnya pendidikan adalah core sebuah bangsa. Dalam perspektif Islam, masyarakat madani terwujud  karena pedulinya komunitas tersebut pada pendidikan yang kemudian memunculkan bangunan politik yang demokratis, partisipatoris, menghormati dan menghargai publik seperti kebebasan hak asasi, partisipasi, keadilan sosial, menjunjung tinggi etika dan moralitas, dan lain sebagainya. (Mudarrisa: Jurnal Kajian Pendidikan Islam, Vol. 7, No. 2, Desember 2015: 229-258 242).

Kerja waras ditandai dengan teratur dan sistematis job description yang ada. Orang yang waras berarti orang yang sadar dengan apa yang akan dikerjakan, bagamana cara mengerjakannya, faktor pendukung  apa  yang harus disiapkan dan sejauhmana ketercpaian ultumate goal nya. Mau dipimpin orang yang tidak waras?

Pemimpin yang baik –bahasa ringkasnya- adalah ia seorang manager dan leader. Manager sebagai seorang penggerak dalam arti mengatur teknis dengan limpahan wewenang kepada staff di bawahnya. Apapun teknisnya, harus tetap mengacu kepada visi dan misi untuk tujuan yang lebih tinggi dan besar lagi yakni semangat Pembukaan UUD 1945 untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Leader sebagai pemimpin yang memiliki pandangan ke depan (visioner), Bung Karno kiranya mewakili pemimpin dengan leadernya yang visioner, dibangunnya Masjid Istiqlal, didirikannya Monas dan berbagai bangunan megah kala itu hingga saat ini. Pemimpin yang kualitas berfikirnya melewati masa kepemimpinannya. Pemimpin visioner salahsatunya ditandai dengan merancang ‘kurikulum pembangunan jiwa dan raganya’ untuk menyiapkan generasi masa depan 20 tahun yang akan datang. Bukankah kurikulum hakikatnya adalah merancang masa di hari ini. Kesalahan merancang kurikulum akan berdampak pada satu atau dua dekade dimasa depan. Dalam konteks pilkada, mengenali calon kepala daerah adalah usaha cerdas dan waras.

Kerja ikhlas sebagai bentuk penghayatan sebagai bangsa yang religius. Semakin tinggi pohon maka akan semakin angin bertiup jika tidak diterpa angin kuat maka jadilah rumput, aman tetapi sewaktu-waktu akan diinjak-injak. Kerja ikhlas mengisyaratkan bahwa apapun policy yang dibuat akan berada dalam wilayah pro-kontra dan kontradiktif. Kerja ikhlas adalah bentuk pengabdian kepada Sang Pencipta bahwa jabatan dan status top manager hakikatnya adalah media untuk berbuat shaleh (shaleh bermakna sesuai dengan aturan dan membawa manfaat). Jadi jika sepanjang aturannya benar, keberpihakan pada masyarakat juga jelas maka kemungkinan kontradiktif akan dapat diminimalisir. Bukankah siapapun pemenangnya hakikatnya adalah rakyat sebagai juaranya, mengapa? Karena negara ini dilahirkan oleh rakyat, makanya rakyat yang harus jadi pemenang. Ukurannya apa? Rakyat semakin maju, sejahtera, damai, makmur  dan  rakyat bersama-sama pemerintah bisa membangun memajukan bangsa ini sehingga bermartabat di dunia.

Tiga Karakter Pilkada

Eep Saefullah Fatah dalam bukunya ‘Masalah dan Prospek Demokrasi di Indonesia’ (1994: 228) menyebutkan ada tiga hal yang mencirikan apakah sukses kepemimpinan (baca: pilkada) itu berjalan memenuni atau tidak memenuhi kriteria demokrasi. Tiga karakter tersebut menurutnya adalah berkala, kompetitif dan damai.

Berkala dapat dipahami sebagai berjalannya suksesi sesuai dengan waktunya dalam kondisi yang kindusi dan memungkin. Satu periode atau dua periode adalah bahasa mudah memahaminya. Berkala juga mengandung makna bahwa  kaderisasi di satu daerah berjalan dengan baik dan benar. Era kepemimpinan yang pernah berkuasa lebih dari tiga dekade seakan menyumbat semua keran kebebasan dan begitu keran demokrasi itu dibuka maka seakan burung lepas dari kandangnya. Dahsyat, luar biasa sekaligus mengerikan.

Kompetitif, jujur diakui bahwa pilkada adalah ajang persaingan untuk merebutkan posisi top manager (posisi puncak). Menarik analisa Prof. Komarudin Hidayat (Intelektual Muslim dan Mantan Rektor UIN Jakarta) bahwa dalam pilkda akan ada ‘lorong hitam’ yang harus diwaspadai bahwa bisa saja antara massa yang memilih dan figur politik yang dipilih terdapat jarak yang jauh dan lorong yang gelap. Menurutnya di lorong yang gelap dan jauh itulah bergentayangan makelar-makelar politik, hoax, penyebr ideologis yang tidak akrab dan tidak difahami masyarakatnya. Kekhawatiran lainnya adalah pada pertanyaan betulkah pilihan kita ini didasarkan atas pilihan sadar atau pengetahuan yang serba minim? Alternatif jawabannya bisa pilihan karena ikut-ikutan, ada yang karena ditakut-takuti, ada karena pengaruh hoax dan ada mungkin sebagian karena provokasi dari provokator yang menjual ideologi.

Greg Hicks dalam bukunya Leader Shock (2004: 64) mengutip pendapat Plato sebagai berikut: Setiap warga negara memainkan peran dalam komunitas, sesuai dengan bakat-bakat pribadinya.

Mari kita jalani proses pendewasaan demokrasi ini karena inilah salah satu ‘sekolah pendidikan’ yang harus disampaikan dan diajarkan oleh pelaku pendidikan dengan santun, bijak dan mencerdaskan. Karena sejatinya proses pilkada BUKAN prosesi perang tapi proses pencerahan. Semoga**

Check Also

KONTRA WAHABISME: DITINJAU ULANG

M Kholid Syeirazi Sekjen PP ISNU Pertama, saya membayangkan Imam Bukhari bimbang. Di juz 4 …

Tinggalkan Balasan