Oleh : Ach Tijani
Akademisi IAIN Pontianak
Barangkali banyak yang tidak memahami permulaan politik Indonesia modern yang bermula dari Islamic Populism itu sendiri. Kemudian darinya lahirlah berbagai gerakan Islam Indonesia seperti SI, kemudian membelah menjadi dua sayap merah dan putih.
Merah ini adalah PKI, klasifikasi tersebut tidak menunjukkan streotip. Tetapi lebih sebagai pembeda dengan sayap kanan yang begitu sangat kental dengan formalisme Islamnya. Sementara yang kiri lebih inklusif, dan lebih banyak berbicara hak hak masyarakat kecil.
Tentu dalam waktu yang bersamaan apa yang terjadi di Indonesia sejajar dengan gejolak global gerakan kiri ada komunisme internasional dan di sisi kanan ada Pan Islamisme.
Gejolak global tersebut secara implisit memang mempengaruhi situasi politik internal muslim Indonesia, tetapi tidak berarrti gerakan global itu sama persisnya dengan garakan politik internal di Indonesia.
Artinya berbicara PKI, tidak berarti persis sama dengan berbicara komunisme internasional. Sama juga, ketika berbicara gerakan Islam juga tidak sama dengan Pan Islamisme global, keduanya tumbuh ranum sesuai konteksnya.
Pra kemerdekaan seluruh gerakan itu dalam kacamata alademis as the Agent of Islamic Populism dengan dasar argumen bahwa semua gerakan tersebut berangkat dari kepentingan masyarakat muslim. Kemerdekaan dan anti kolonialisme menjadi orientasi utama sleuruh agen Islam saat itu.
Mendekati kemerdekaan agen-agen tersebut mulai ingin meneguhkan dirinya dengan saling berkompetisi merebut dukungan masyarakat akar rumput. Kompetisi inilah kemungkinan munculnya tindakan dan narasi profokativ. Klasifikasi Islam-kafir mulai dimainkan, sebagai salah satu ciri khas politik Islam sejak zaman sahabat.
Jadi kini PKI yang digariskan sama persis sebagai kafir, sesungguhnya tidak seburuk itu. Kenyataannya, Samaoen, H Misbah dan beberpaa tokoh PKI lainnya adalah seorang muslim. Identitas kafir lebih sebagai identitas politik sebagai bagian untuk mengambil alih dukungan masyarakat kelas bawah.
Terakhir, kalau kita melihat apa yang terjadi di Sumatera pra kemerdekaan. Perjuangan masyarakat setempat didasari oleh semangat sosialis yang dibawa oleh PKI. Dengan nilai tersebut, semangat perjuangan membuncah, tidak hanya di Sumetera, tetapi juga terjadi di Banten dan mungkin juga di beberapa belahan daerah Indonesia lainnya. Singkatnya, PKI selain sebgai the agent of Islamic Populism juga harus diakui sebagai bagian hasil ijtihad para pejuang di bumi pertiwi ini untuk melawan penjajahan.
Jadi, bersikaplah adil dalam menyikapi segala isu, termasuk dalam menyikapi isu PKI itu sendiri dengan membaca seluk belukknya secara komprehensif. Jika memang harus membenci maka membencilah atas dasar ilmu, bukan sekedar atas dasar birahi, agar jelas posisi kita sebagai makhluk yang berfikir.