Oleh : Ach Tijani
September ini menjadi bagian dari bulan keramat yang banyak mendapat perhatian dari masyarakat luas. Perbincangan mengenai komunisme dan PKI menapaki tensi maksimalnya dengan suatu dentuman hipotesa liar mengenai gaya baru bangkitnya PKI. Saya menduga tanggal 30 Spetember ini akan menjadi puncak dari dentuman itu.
Gelagatnya hampir sama dengan tradisi mudik, sama-sama memiliki titik puncak migrasi. Berangsur-angsur kondisinya akan kembali normal seperti sedia kala, tapi untuk kali ini mungkin akan sedikit berbeda jika kontestasi pilkada masih dilanjutkan, justru dentuman tangga 30 September akan menjadi sumber terjadinya dentuman-detuman lokal di beberapa daerah yang menyelenggarakan pilkada. Situasi tersebut dapat diumpamakan seperti perkiraan cuaca yang meramalkan hujan lokal dengan intensitas yang berbeda.
Jika hanya melihat kemasan poster, kompilasi video dan narasi-narasi kekhawatiran yang disebarluaskan melalui saluran medsos, sedikit banyak hampir serupa dengan gaya-gaya profokasi di beberpa tahun sebelumnya. Misalnya persoalan menonton film G30S/PKI juga gencar disuarakan di tahun sebelumnya. Sayangnya, masyarakat kita pada umumnya cenderung banyak lupa daripada ingatnya. Kelemahan ini menjadi arena tersendiri untuk menaikkan citra personal atau kelompok tertentu.
Kenapa harus G30S/PKI saja yang menjadi kanal historis?. Bukankah jalan panjang PKI juga beririsan dengan perjuangan dan gerakan-gerakan nasional lainnya yang penah ada di negeri ini. Persinggungan dan bahkan embrio kelahirannya nyaris tidak pernah dibagikan di lorong virtual tersebut.
Beberpa orang layak tersinggung, karena hak-hak akses untuk mengetahui secara utuh dibatasi dengan hanya disuruh menonton potongan kecil berupa film dari sejarah panjang yang terjadi. Sehingga dengan sendirinya, hipotesa liar mengenai kebangkitan gaya baru PKI akan sulit dibicarakan, karena penggalan komprehensif yang lain tidak pernah dibuka aksesnya.
Jika mau berimbang, seharus ajakannya tidak hanya menonton film, tapi ajakan membaca secara komprehensif mengenai PKI, kecuali jika ajakan ini hanya persoalan citra, maka menonton film sudah lebih dari cukup.