Oleh: Dr.Ibrahim, MA
Ketua LTN PWNU Kalbar
Mudik, merupakan tradisi tahunan dalam budaya masyarakat Indonesia. Mudik menjadi ritual yang dilakukan oleh banyak orang di negeri ini, terutama dalam momen-momen istimewa seperti liburan Idul Fitri dan tahun baru. Sumber Kementerian Perhubungan mencatat sedikitnya ada 18, 34 juta orang mudik pada saat libur iduf fitri 2019. Dan 20, 86 juta orang mudik pada saat libur lebaran tahun 2018. Angka ini menunjukkan betapa mudik menjadi tradisi yang menarik dan unik dalam budaya masyarakat Indonesia.
Sebagai sebuah tradisi yang mengakar, mudik masih akan terus dilakukan karena memiliki banyak nilai positif di dalamnya, antara lain; sebagai momentum bertemu kembali dengan sanak keluarga di kampung halaman. Mudik menjadi momentum berbagi suka duka dan cerita, berbagi kasih sayang bersama keluarga, bahkan rezeki yang dibawa pulang dari perantauan. Pada sebain orang mudik juga menjadi sarana eksistensi diri, untuk menunjukkan bahwa adanya perubahan yang lebih baik dan maju dengan hidup merantau. Karena itu seringkali mudik berimbas pada penambahan anggota ketika mudik balik, ikut merantau untuk alasan merubah hidup menjadi lebih baik tadi.
Singkatnya, mudik dalam tradisi masyarakat kita bukan saja sebuah ritual budaya tahunan, melainkan mengandung banyak nilai positif di dalamnya, terutama nilai silaturahmi, dan kekeluargaan. Karenanya tidak heran ada jutaan orang yang melakukan tradisi mudik ini di setiap tahun. Di musim mudik, jalanan sibuk, transfortasi penuh, bahkan harus ditambah armadanya. Pemerintah juga ikut sibuk mengatur dan menambah fasilitas untuk warga yang mudik. Apalagi momen liburan puasa dan idul fitri seperti ini. Singkatnya, tradisi mudik yang selama ini dilakukan oleh masyaraka kia boleh dikata sebagai identitas diri dan budaya Indonesia.
Tapi bagaimana dengan saat ini, kondisi bangsa yang sedang dalam pandemi wabah covid 19. Adakah mudik itu masih menjadi sebuah tradisi yang positif menjelang libur puasa dan idul fitri? Adakah nilai-nilai positif dalam tradisi mudik yang selama ini dilakukan oleh masyarakat kita masih benar-benar bernilai dan maslahat di tengah situasi pandemi saat ini? apakah dengan mudik, kita benar-benar akan membawa pengaruh positif dan maslahat untuk keluarga di kampung?
Itulah sederet pertanyaan yang harus kita jawab dengan hati nurani saat ini. Iya, hati nurani, bukan dengan alasan tradisi. Sederet persoalan yang harus dibuktikan dengan fakta, bukan lagi atas dasar kebiasaan yang diwarisi. Mudik di tengah suasana pandemi saat ini sesuatu yang sangat berbahaya, karena ada banyak kemudaratan di dalamnya. Mudik di tengah suasana pandemi saat ini bukan justru menebarkan kegembiraan dan kebahagian buat keluarga di kampung halaman, melainkan bisa menjadi awal dari terjadinya bencana dan malapetaka yang dahsyat. Ada banyak contoh kasus, seseorang yang mudik justru menularkan virus penyakit kepada keluarga dan orang tua di rumah/ di kampung. Tidak sedikit orang tua yang terpapar wabah virus yang dibawa oleh anggota keluarga yang baru datang (mudik). Sebab itulah pemerintah kita, Presiden melarang keras dan tegas bagi semua warga bangsa untuk mudik.
Penularan virus covid 19 yang semakin meluas, yang telah mensasar banyak orang, dari yang sakit hingga yang tidak bergejala (OTG), menyebabkan semua orang rentan tertular, bahkan menularkan. Jika orang yang sudah tertular, dengan tidak sakit dan tanpa gejala (OTG) itu melakukan tradisi mudik, maka ia akan menjadi pembawa virus (carrier) untuk menularkan kepada orang lain, khususnya kepada keluarga di kampung.
Tadinya mudik diharapkan menjadi momentum berbagi keceriaan, kegembiraan, dan kasih sayang dengan keluarga. Akan tetapi jika kondisi diatas yang berlaku, maka mudiknya justru membawa bencana dan malapetaka. Mudiknya kita justru mencelakakan dan membunuh banyak orang di kampung, terutama keluarga. Karena itu, marilah kita sadari apa yang menjadi tradisi kita selama ini (mudik), dengan kondisi yang sedang kita hadapi (pandemi). Marilah setiap kita rela untuk menahan diri tidak mudik. Saatnya kita patuhi larangan pemerintah untuk tidak mudik dalam suasana pandemi ini. Marilah kita ganti bentuk kasih sayang kita dengan keluarga di kampung dengan tidak mendatanginya (tidak mudik). Toh ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk berkomunikasi dan melepas rindu dengan keluarga di kampung halaman. Kita masih bisa berkomunikasi melalui jaringan telekomunikasi handpon, media sosial dan sebagainya. Di tengah situasi pandemi seperti ini, mudik bukanlah wujud kasih sayang yang benar kepada keluarga. Sebaliknya, jika kita benar-benar sayang dengan keluarga dan masyarakat di kampung, maka janganlah mudik. Berdiam dirilah di rumah dan tidak mudik, justru itulah cara terbaik untuk melindungi keluarga dan masyarakat di kampung dari terpapar virus yang mengancam keselematan banyak orang. Tidak mudik dan berdiam diri di rumah, itulah sesungguhnya bentuk kasih sayang yang benar terhadap keluarga dan masyarakat di kampung di tengah situasi pandemi saat ini. Ayo menahan diri untuk tidak mudik. Sayangi keluarga, sanyangi diri, dan jangan mudik. Jadilah pelopor gerakan untuk tidak mudik