Oleh: Dr.Ibrahim, MA
Ketua LTN PWNU Kalbar
Pandemi covid 19 benar-benar menjadi fenomena yang berdampak luar biasa bagi kehidupan umat manusia di seluruh dunia. Bukan saja aspek kesehatan yang terancam, tapi juga aspek ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan bahkan keagamaan dan ibadah. Artikel singkat ini hendak mengulas sedikit tentang ketentuan hukum Fatwa MUI Nomor 14 tahun 2020 dan dampak Pandemi Covid 19 terhadap kegiatan keagamaan dan ibadah umat.
Sejak dua hari belakangan ini saya terlibat diskusi dan berbagi informasi terhadap pelaksanaan ibadah jum`at dalam situasi pandemi ini di suatu daerah. Diskusi tersebut bermula dari pesan WA mengenai adanya keresahan umat yang sudah 2 – 3 minggu ini tidak melaksanakan shalat jum`at. Sehingga muncul keinginan untuk mendiskusikan kembali fatwa MUI No. 14 tahun 2020, khususnya tentang implementasinya di daerah tersebut. Sebagaimana dimaklumi bahwa fatwa tersebut keluar untuk menyikapi penyebaran wabah virus corona di tanah air. Antara ketentuan hukum dalam fatwa tersebut adalah membolehkan umat untuk tidak shalat jum`at jika potensi penularan di kawasan itu tergolong tinggi atau sangat tinggi (pasal 3.a), bahkan dihukumkan larangan jum`atan jika daerah tersebut berstatus tak terkendali dan mengancam kesehatan jiwa (pasal 4). Sementara untuk daerah yang potensi penularannya rendah (pasal 3.b), atau berstatus terkendali (pasal 5) umat Islam masih tetap dibolehkan untuk melaksanakan shalat jum`at dengan tetap menjaga diri dan ketentuan keselamatan lainnya.
Jika kita fahami dengan sungguh-sungguh, fatwa tersebut telah cukup jelas memberikan dasar hukum bagi pelaksanaan ibadah shalat jum`at di tengah pandemi covid 19. Tinggal para pemimpin umatlah yang mesti menentukan implementasinya sesuai dengan kondisi daerah setempat. Hari ini, kita dapati di sebagian tempat masjid ditutup dari ibadah shalat jum`at, tapi di tempat lain shalat jum`at diadakan, meskipun dalam lingkungan sosial yang tidak terlalu jauh. Situasi inilah yang dilihat oleh umat, sehingga dirasa membingungkan.
Kondisi sebagian tempat ini tentu saja menimbulkan keresahan psikologis umat, apalagi terkait dengan kewajiban agama. Akan tetapi disisi lain, menjaga keamanan bersama, keselamatan dan kesehatan orang banyak juga kewajiban yang tidak kalah pentingnya dalam Islam. Karena itulah para ulama mengeluarkan fatwa nomor 14 tahun 2020 dengan salah satu dasarnya mengambil kaidah ushul, “menghindari kerusakan lebih diutamakan dibandingkan mengejar manfaat” (dar ul mafasid muqaddamu `ala jalbil mashaalih). Kaidah tersebut, inplementasi di lapangan adalah membolehkan tidak jum`atan demi memutus mata rantai penyebaran virus yang lebih masif dan tak terkendali.
Meninggalkan – tidak melaksanakan ibadah shalat jum`at, apalagi berturut-turut tentu saja bukan kebiasaan bagi umat muslim. Karena nya akan sangat terasa ada sesuatu yang kurang, bahkan hilang dari kebutuhan rohani keimanan umat. Walaupun sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan yang jelas tentang hal ini, termasuk kebolehan meninggalkan shalat jum`at dikarenakan suatu uzhur tertentu. Hari ini, uzhur tersebut adalah pandemi covid 19. Karena uzur tersebut kita dibolehkan untuk tidak melaksanakan shala jum`at. Untuk alasan menghindari musibah umat yang lebih besar (memutuskan rantai penyebaran virus), maka meninggalkan shalat jum`at mendapat pembenaran melalui fatwa. Karena itu, mestinya tidak ada lagi keraguan bagi masyarakat di daeah manapun untuk mengimplementasikan fatwa ini. Tidak perlu lagi ada yang kebingunan dan merasa berdosa dengan menjalankan fatwa ini dengan baik dan benar. Baik, artinya melakukan sesuatu sesuai dengan ketentuan syari`at sebagaimana difatwakan. Benar, artinya mampu mengimplementasikan fatwa sesuai dengan situasi dan kondisi daerah setempat. Sehingga dengan demikian, tujuan dari fatwa ini (maqasid syar`iyah) berupa pemutusan mata rantai penyebaran virus dapat terwujud dengan baik, umat terhindari dari bala bencana penularan virus corona yang lebih basar lagi. Begitulah yang harus kita fahami dari fatwa ulama, sehingga kita terhindar dari bencana pandemi covid 19. Cukuplah Allah sebagai tempat kita berlindung dan meminta pertolongan. Wallahu a`lamu bish shawab.