Oleh: Dr.Ibrahim, MA
Ketua LTN PWNU Kalbar
Keluarga adalah rumah bagi setiap orang. Keluarga bagaikan surga yang memberikan segalanya dalam kehidupan. Di dalamnya ada cinta, kasih sayang, suka duka, senyum, tawa dan canda, dan berbagai bentuk kebersamaan yang terbangun antar semua anggotanya. Tak heran jika ada yang mengistilahkan keluarga sebagai surga baginya, usrati jannati- baiti jannati.
Dalam keluarga kita mengenal setidaknya ada peran seorang ayah yang melindungi dan mengayomi, bahkan mendidik anak isterinya. Seorang ibu yang selalu melayani, merawat dan membesarkan anak-anaknya. Anak yang seharusnya menghormati dan mematuhi nasihat dan pengajaran yang diberikan orang tuanya sebagai bekal membangun hidup masa depan yang lebih baik. Intinya, ada peran dalam keluarga yang saling menentukan satu sama lain, saling mendukung dan tak boleh diabaikan satu dari yang lainnya. Peran-peran itulah selanjutnya yang menentukan apakah suatu tanggung jawab dan hak dalam keluarga bisa terpenuhi.
Dalam kehidupan modern, seringkali kita melihat ada peran-peran yang tidak berjalan semestinya dalam keluarga. Karena kesibukan kerja dan berbagai tuntutan profesi misalnya, seringkali peran seorang ayah tidak terlaksana dengan baik dalam keluarga, kecuali memberi nafkah. Begitupun dengan seorang ibu yang juga bekerja, disibukkan oleh karir dan berbagai tuntutan profesionalitas di luar, sehingga urusan anak dan pendidikan dalam keluarga sepenuhnya diserahkan kepada orang lain, pembantu atau guru les dan sebagainya.
Singkatnya, gaya hidup modern dan tuntutan globalisasi akhir-akhir ini menjadikan interaksi dan komunikasi dalam keluarga berkurang, bahkan terabaikan dari aspek tanggung jawab dan hak keluarga. Sampai-sampai ada guyonan, “berangkat dari rumah untuk kerja disaat anak-anak masih tidur (subuh-pagi), dan kembali tiba di rumah ketika anak-anak sudah tidur (malam)”.
Begitulah problem keluarga kini– keluarga korban modernisasi. Keluarga, yang peran, tanggung jawab dan hak dalam keluarga tidak lagi sepenuhnya bisa dilakukan, terutama pendidikan dalam keluarga. Kesibukan kerja di luar rumah, meninggalkan keluarga dengan tanggung jawab dan hak keluarga yang sering terabaikan, seakan mendapat respon dengan teguran keras dari Yang Maha Kuasa dengan turunnya wabah corona.
Kehadiran wabah Corona seakan-akan hendak mengembalikan fungsi keluarga yang tadinya terabaikan. Pelaksanaan peran, tanggung jawab dan hak dalam keluarga yang tadinya sudah mulai hilang dalam masyarakat modern, kembali Allah ingatkan. Dengan wabah corona, Allah Swt menginginkan kita kembali membangun keluarga yang harmonis, saling peduli, cinta kasih, berbagi suka duka, memberikan pendidikan dan bimbingan, mengayomi dan melindungi, dengan kita lebih banyak di rumah.
Wabah Corona, telah menjadi hidayah Allah Swt untuk mengembalikan fungsi sesungguhnya keluarga dalam kehidupan kita. Dimana kita dididik kembali untuk mampu memahami makna dan hakikat dari keluarga yang sesungguhnya. Karena corona kita diharuskan untuk lebih banyak berdiam diri di rumah, bekerja di rumah, dan beribadah di rumah bersama keluarga.
Corona memberikan kita banyak waktu bersama keluarga di rumah, mendidik anak-anak, membimbing akhlak dan ibadah keluarga dan sebagainya. Jika sebelum ini kita tidak punya waktu untuk memperhatikan, apalagi membimbing anak-anak kita belajar di rumah, corona memberikan kita waktu untuk melakukan tanggung jawab itu hari ini. Jika sebelum ini kita tidak punya waktu untuk membimbing akhlak dan ibadah dalam keluarga, corona mengajarkan kita pentingnya tanggung jawab itu terus dilaksanakan. Bahkan setiap kita (kepala keluarga) dipaksa untuk mampu menjadi pemimpin (imam) sesungguhnya dalam keluarga, memimpin beribadah di rumah, melaksanakan shalat berjamaah bersama keluarga di rumah, tadarrusan al-qur`an di rumah, dan berbagai aktivitas ramadhan lainnya di rumah.
Tidak seharusnya kita menyesali, apalagi mengeluh dengan semua ini. Keharusan berdiam di rumah, melaksanakan semua aktivitas di rumah, termasuk beribadah bersama keluarga di rumah adalah kehendak terencana dari yang Maha Berkuasa. Ada banyak pengajaran dan hikmah yang mesti kita petik dengan semua kondisi ini.
Bukankah dengan situasi kita banyak di rumah, kehangatan hubungan dalam keluarga kembali terbangun. Peran, tanggung jawab dan hak dalam keluarga juga bisa terlaksana dengan baik. Harmonisasi dan cinta, kasih sayang dan suka duka berbagi dalam keluarga kembali dapat kita wujudkan. Keluarga menjadi rumah besar yang menyenangkan. Baiti jannati (rumahku surgaku) benar-benar akan kita dapatkan. Inilah hidayah Allah yang diturunkan kepada kita melalui wabah Corona. Wabah yang telah mengembalikan kita semua kepada hakikat keluarga dan hidayah “cinta” dalam keluarga. Mudah-mudahan dengan kesadaran ini, menjadi pertanda bahwa kita telah berhasil memahami hidayah Allah di balik wabah corona. Dengan demikian, misi diturunkan wabah ini telah selesai, dan Allah segera mengangkatnya kembali ke alamnya sendiri, meninggalkan dunia kita manusia. Aamiin.
Tetaplah di rumah, nikmati banyak waktu bersama keluarga di rumah, bekerja di rumah, beribadah di rumah. Raihlah hidayah Allah melalui “cinta” dalam keluarga. Wallahu alam (Renungan subuh, 4 Ramadhan 1441 H).