Oleh: Dr Ibrahim, MA
Ketua LTN PWNU Kalbar
Ramadhan yang mubarok telah menyapa umat Islam hari ini. Di mana-mana, di seantaro dunia ini umat Islam merasakan sukacita dengan tibanya bulan yang penuh berkah. Marhaban ya ramadhan, marhaban ya syahrush shiyam, menjadi narasi keagamaan yang hangat saat ini, sehangat kemeriahan dan suka cita umat yang merindukan kehadiran bulan penuh berkah ini.
Sayangnya, Ramadhan tahun ini datang dalam situasi dan kondisi keprihatinan yang agak berbeda dengan ramadhan sebelumnya. Hari ini, umat Islam dunia, termasuk Indonesia sedang dihadapkan dengan pandemi wabah virus Covid 19. Akibatnya ada banyak batasan sosial dan protokol keselamatan yang harus difahami dan dipatuhi oleh umat Islam. Diantara batasan atau protokol keselamatan tersebut adalah keharusan menjaga jarak komunikasi atau social/pshycal distancing.
Untuk alasan menjaga jarak aman, umat dihimbau untuk menghindari segala bentuk komunikasi dan interaksi langsung yang melibatkan banyak orang (massal). Akibatnya, kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan, bahkan ibadahpun terkena imbasnya.
Sejak pandemi, pemerintah (melaui MUI) menghimbau untuk tidak menyelenggarakan shalat jum`at, tidak menggelar shalat berjamaah di masjid. Tidak menyelenggarakan pengajian yang melibatkan banyak orang dan sebagainya. Begitupun menjelang ramadhan, pemerintah menganjurkan kegiatan ibadah ramadhan cukup dilakukan di rumah masing-masing. Himbauan pemerintah yang selaras dengan fatwa Majlis Ulama Indonesia Nomor 14 tahun 2020, tentu saja bukan kebijakan yang asal-asalan. Ada faktor penting yang harus difahami yang mendasari keluarnya kebijakan-himbauan tersebut. Terlepas dari tetap adanya kontroversi-penolakan dari berbagai pihak, kondisi ini patut kita fahami dengan baik dan pikiran positif. Pentingnya menjaga jarak (Social/phsycal distancing), menghindari kerumunan massal dan interaksi yang oleh para ahli dipercayai sebagai sarana penularan virus covid 19, itulah tujuan dari keluarnya kebijakan-himbauan tersebut.
Oleh karena itu, himbauan meniadakan jum`atan untuk sementara waktu, tidak shalat berjama`ah ke masjid, atau bahkan untuk shalat taraweh dan idul fitri dianjurkan untuk tidak dilakukan, bukanlah sebuah larangan terhadap substansi ibadahnya, melainkan terhadap faktor ikutannya. Apa faktor ikutan dimaksud? Itulah interaksi langsung dan kerumunan banyak orang yang menjadi sarana utama penularan virus Covid 19. Karena itu, ibadah tetap harus dilakukan, tetapi dalam kesendirian di rumah. Shalat berjama`ah tetap amaliah utama, tetapi cukuplah dilakukan di rumah bersama keluarga inti. Taraweh dan tadarusan Ramadhan itu Ibadah penting, tetapi tidak harus di masjid dengan menghimpun banyak orang. Intinya, semua ibadah tersebut sama sekali tidak pernah dilarang, hanya pelaksanaannya yang diatur, terkait dengan masalah pandemi yang sedang kita hadapi. Disinilah kita dituntut untuk mampu membedakan antara substansiaI ibadah dan faktor ikutan dari sebuah larangan (himbauan) tentang pelaksanaan Ibadah.
Beribadah ke masjid (shalat jamaah bagi laki-laki) adalah keutamaan dan lebih dianjurkan, sebagaimana hukum dasarnya (min afdhalil `amal). Akan tetapi jika dengan beribadah ke masjid dalam situasi pandemi seperti saat ini, kita justru ikut menebarkan malapetaka dan bencana yang lebih besar bagi orang lain, tentulah yang demikian jauh dari nilai keutamaan tadi. Jika demikian, maka tinggal di rumah dan beribadah di rumah, jauh lebih utama untuk kita lakukan saat ini. Kewaspadaan diri untuk saling menjaga, saling melindungi dan menyelamatkan sesama dari ancaman wabah pandemi ini, itulah pesan yang harus kita dapatkan dari himbauan untuk tetap di rumah, beribadah di rumah, taraweh dan tadarusan di rumah.
Jika kita percaya bahwa semua amal ibadah itu adalah sarana untuk meraih keberkahan Allah, maka raihlah ia di manapun kita berada, termasuk dari rumah kita masing-masing. Tingkatkan amal ibadah kita di rumah, perbanyak shalat, shalawat dan baca al-qur`an di rumah. Berikan bimbingan keagamaan yang baik untuk anggota keluarga kita masing-masing di rumah, maka di sana akan tersedia banyak keberkahan Allah yang bisa kita raih.
Kehadiran Ramadhan yang penuh berkah (syahrul mubarok) ini, semestinya menjadi momentum untuk kita terus meningkatkan amal ibadah kita kepada Allah Swt. Inilah saatnya untuk kita jadikan ramadhan ini sebagai washilah kita mensucikan diri, pikiran dan hati dari segala penyakit dunia, termasuk kemestian berbaik sangka kepada Allah atas pandemi wabah yang sedang kita hadapi. Berbaik sangkalah kepada Allah, sebagaimana kita mesti berbaik sangka kepada pemerintah (umara dan ulama) atas himbauan dan fatwanya. Kemurahan Allah di bulan yang agung ini mesti menjadi kesempatan untuk kita mendekatkan diri kepada-Nya, perbanyak amal kebajikan guna meraih pahala yang besar di sisi-Nya. Hindari banyak keluar rumah di tengah suasana pandemi. Raihlah banyak keberkahan Allah dengan tetap tinggal di rumah, beribadah di rumah, lakukan shalat taraweh dan tadarusan al-qur`an di rumah, perbanyak shalawat dan shalat berjamaah bersama keluarga inti di rumah. Begitulah seharusnya kita berburu Keberkahan Allah Swt di bulan Ramadhan yang Mubarokah. Mari berburu berkah ramadhan, terkhusus untuk yang di rumah aja. Wallahu a`lamu bish shawab