Home / Catatan Ringan / SEJARAH MASJID RAYA CAMPALAGIAN (Bagian ke 9)

SEJARAH MASJID RAYA CAMPALAGIAN (Bagian ke 9)

Dr. Wajidi Sayadi
Keterangan gambar:

1. KH. Maddappungen (1884-1954 M) Qadhi ke XVI.

2. KH. Muhammad Zein (1910-1988 M) Qadhi ke XVII bersama penulis tahun 1984.

3. Seusai mengaji latar belakang Mihrab dan mimbar Masjid Raya.
7. Syekh Abdul Karim (1889-1892 M). Beliau datang di Campalagian pada tahun 1883 M. setelah pulang dari Mekah sebelum bertolak ke Pontianak. Asalnya adalah Belokka daerah Kabupaten Sidenreng Rappang, makanya terkenal juga dengan gelar Syekh Belokka. Beliau adalah paman KH. Maddapungen juga berasal dari daerah yang sama.

8. H. Idris (1892-1894 M). Menjabat sebagai Qadhi hanya 2 tahun. Adapun keturunan dan anaknya adalah ibunya H. Juhari (Abbana Nawabi) dan Pua’ Geterang. H. Juhari melahirkan Dahlan ayahnya Nur Dahlan Jerana, Hj. Asiah Wa’na Yati, dan St. Nur Wa’na Yeni. Pua’ Geterang melahirkan H. Muhammad Said (Kepala Kampung Masigi) ayahnya Hasan Basri abbana Edi.

9. H. Muhammad Saleh (1894-1895 M). Beliau dikenal dengan sebutan Puadji Kali (bahasa Campalagian maksudnya Qadhi) adalah ayah KH. Abdul Hamid. Atau biasa juga disebut Kali Massue, karena Beliau menjabat Qadhi hanya setahun lalu pergi ke Pakkammisang membangun masjid dan membina pengajian dan dakwah di sana.

10. KH. Abdul Hamid (1895-1948 M). Beliaulah yang paling lama menjabat Qadhi selama 53 tahun. Pada masa inilah, pengkajian dan dakwah Islam mengalami kemajuan yang pesat, bahkan boleh disebut sebagai masa kejayaan. Pada masa Beliau, Langgar mulai dirubah menjadi masjid atas kerja sama dengan Syekh Said Alwi bin Sahl Jamalullail yang datang dari Hadramaut Yaman pada tahun 1898 M. Perubahan status dan pembangunan masjid pada masa dua tokoh ini didukung penuh oleh Karru’ Daenna Petti Maraddia Campalagian ayahnya H. A. Abd Madjid (Kepala Panyampa) Para Ulama yang lahir pada masa ini akan dikemukakan secara khusus tentang profil para ulama Campalagian sebagai alumni Masjid Raya Campalagian ini.

11. KH. Maddappungen (1948-1954 M). Menurut Kyai Ahmad Zein (Abbana Sahala), KH. Maddapungen pada awalnya tidak mau menjadi Qadhi, tapi karena sangat diperlukan sebagai regenerasi dan hampir terpaksa sehingga Beliau pun dengan rela menerimanya. Sebelumnya, Beliau Qadhi di Benuang Polewali dan penggantinya di sana adalah muridnya yaitu KH. Muhammad Zein. KH. Maddappungen menjabat Qadhi hanya 3-4 tahun, Beliau mengundurkan diri sebelum wafat tahun 1954.

12. KH. Muhamnad Zein (1954-1983 M). Beliau lahir bulan Januari 2910 M dan wafat pada hari selasa 13 Nopember 1988 dalam usia 78 tahun.  Ketika menjelang wafatnya sebelum subuh, saya masih tidur di sampingnya di atas ranjang, karena selama berbulan-bulan saya sendiri yang menemani dan mengantarkan ketika bangun tengah malam untuk shalat tahajjud. Sungguh luar biasa, setiap jam 02.30 malam dini hari, Beliau yang membangunkan saya, padahal Beliau buta total. Mestinya saya yang nembangunkan Beliau, karena saya tidak buta. Inilah yang saya saksikan, Beliau Ulama Besar sekaligus Wali, dengan praktek yang penglihatan mata batinnya jauh lebih tajam daripada mata kasarnya. Setiap bangun tengah malam itulah, saya tuntun menuju kamar mandi dan tempat wudhu hingga saya jaga dan tunggu ketika shalat dan wirid.

Saya yang menemani Beliau hingga wafatnya.

KH. Muhammad Zein menjabat Qadhi selama 33 tahun. Menurut Kyai Ahmad Zein puteranya, Beliau pernah 2 kali menyerahkan jabatan qadhi sementara kepada puteranya Kyai Ahmad Zein selama kurang 3 tahun sekitar tahun 1962 sampai 1965 ketika Beliau sakit dan merasa tidak bisa lagi memangku jabatan itu. Penunjukkan ini setelah melalui pemilihan di antara KH. Mahdi Buraerah adiknya, Kyai Ahmad puteranya dan ust. H. Mahmud Yamin Abba Kaco. Itulah sebabnya Kyai Ahmad Zein biasa disebut Qadhi muda.

Setelah KH. Muhamnad Zein sehat, Beliau menjabat Qadhi lagi hingga tidak bisa lagi memimpin shalat berjamaah karena gangguan matanya yang sudah buta total tahun 1983. Oleh karena gangguan pada matanya itu, Beliau dikenal dengan Puang Qadhi buta.

Selanjutnya, Qadhi dijabat lagi Kyai Ahmad Zein merangkap sebagai Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Campalagian. Hal ini setelah melalui pemilihan dengan calon masing-masing: KH. Mahdi Buraerah, Kyai Ahmad Zein, dan Ust. Baharuddin Muhammadiyah. Kyai Ahmad Zein menjabat Qadhi peralihan sebelum terpilih KH. Muhammad Dahlan tahun 1987.

13. KH. Muhamnad Dahlan (1987-2012 M). Beliau lahir tahun 1926 atau 1927 dan wafat  Desember 2012. Beliau menjabat Qadhi selama 25 tahun.

14. Al. Ust. H. Mahyaddin Mahdi putera KH. Mahdi Buraerah.

Pada tanggal 22 Desember 2012 saya sendiri yang langsung memimpin rapat dan musyawarah di Masjid Raya Campalagian yang dihadiri para pengurus dan tokoh masyarakat, yang menghasilkan keputusan al-Ust. H. Mahyaddin Mahdi sebagai pengganti alm. KH. Muhammad Dahlan Qadhi sebelumnya.
Jakarta, 4 Oktober 2017.

Check Also

Rais Syuriyah PWNU Kalbar Hadiri Pelantikan IPNU dan IPPNU Kabupaten Ketapang

Ketapang – NU Khatulistiwa, Pimpinan Cabang IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) dan IPPNU (Ikatan Pelajar …

Tinggalkan Balasan