Home / Ngaji / Tentang Tragedi 10 Muharram di Karbala

Tentang Tragedi 10 Muharram di Karbala

Disarikan Oleh: Muhammad Rodlin Billah*)

Pada akhirnya, yang akan masuk neraka bukan hanya orang-orang yang zalim saja, namun juga kita-kita yang sholeh ini.

Orang khawarij itu adalah sesalih-salihnya orang. (Namun) justru karena kesalihannya itu kemudian melahirkan tragedi dalam Islam. Mengharamkan barang yang mubah, mewajibkan barang yang sebetulnya hanya sunnah.

Sebentuk kesalihan pasti melahirkan tragedi.

Sehingga orang-orang ini (khawarij) nanti ketika sudah sampai ke surga, ketika akan bertemu Nabi SAW, saat akan sampai telaga Nabi, Allah SWT mengingatkan Nabi SAW bahwa mereka tidak pantas memasuki surga: mereka membuat bid’ah-bid’ah setelah kamu.

Semua tragedi (di) dunia dimulai dari kesalihan. (Atau) paling tidak (adanya) klaim kesalihan.

Karena sebentuk kesalihan atas nama agama, tentu langsung dikaitkan pada hukum Allah. Bila sudah diyakini (ini adalah) hukum Allah, maka dengan mudah menghukumi kafir siapapun yang menentangnya sebab dianggap telah melecehkan hukum Allah. Hal ini kemudian berakhir pada penghalalan darah orang yang dianggapnya (telah) melecehkan hukum Allah.

Semenjak era Ali – Muawiyah sampai Sayyid Husein, yang membunuh (mereka adalah) orang Islam semua, bahkan orang-orang (yang membunuh mereka ini) termasuk kategori orang-orang salih.

Bukan kitabnya yang salah, (yang salah adalah) kita yang tidak punya banyak khazanah sehingga mudah memurtadkan orang lain.

Semenjak (era tragedi) itu, (sering) disebut fitnah. Kalau sudah fitnah, yang kena (dampaknya) tidak hanya (orang-orang) yang salah, namun juga (orang-orang) yang salih.

Dua cucu Nabi SAW menjadi simbol: (dibantainya) Sayyid Husein (oleh pasukan Yazid) menjadi simbol bahwa siapa saja boleh berani mati demi membela kebenaran. … (Sedangkan keputusan) Sayyid Hasan (menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada Muawiyah) menjadi simbol kompromi demi kestabilan umat ketimbang prahara.

Hidup demi Allah SWT, demikian pula matipun demi Allah SWT: sebagaimana Sayyid Hasan melambangkan (pengutamaan) kehidupan demi Allah SWT, sedangkan Sayyid Husein melambangkan (pengutamaan) kematian demi Allah SWT.

Simbol keduanya dibutuhkan oleh umat.

Muawiyah/Yazid memerintah secara batil karena dilakukan melalui kudeta terhadap Sayyidina Ali.

Sayyid Husein: barangsiapa melihat kezaliman (meski itu dilakukan penguasa), mesti diusahakan untuk merubahnya (melalui perkataan ataupun perbuatan), meski kematian adalah resikonya.


*) Potongan-potongan kalimat diatas jelas bukan milik saya yang fakir dalam ilmu agama juga sejarah Islam, melainkan saya tulis kembali pasca mendengar penyampaian Gus Baha melalui beberapa rekamannya di YouTube via kata kunci “tragedi 10 Muharram Gus Baha”.

Sebaik-baik mengaji semestinya mengikuti proses pengajarannya dari awal hingga akhir, agar pemahaman yang diperoleh juga tidak sepotong-potong.

Check Also

Rais Syuriyah PWNU Kalbar Hadiri Pelantikan IPNU dan IPPNU Kabupaten Ketapang

Ketapang – NU Khatulistiwa, Pimpinan Cabang IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) dan IPPNU (Ikatan Pelajar …

Tinggalkan Balasan