Oleh Sholihin H.Z. (Guru MAN 2 Pontianak/Ketua PC Pergunu Kota Pontianak)
Massage terpenting peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW adalah perintah sholat. Sholat mengajarkan banyak hal manakala kita mau dan mampu menyelami makna yang terkandung di dalamnya. Tercegahnya perbuatan keji dan mungkar adalah di antara faidah orang-orang yang melaksanakan sholat dengan benar dan khusyu. Allah SWT menyatakan dalam QS. Al-Ankabut/29: 45: “ … dan laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (shalat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Hujjatul Islam, Imam Ghazali pernah mengatakan, “Seseorang tidak disebut berilmu bila hanya sibuk menghafal (teks) tanpa memperhatikan filosofi-filosofi dan rahasia-rahasia di dalamnya.” Ini bermakna kebermanfaatan seseorang adalah salah satunya dinilai sejauh mana ia bisa mentransfer nilai-nilai ibadah ritual menjadi sikap dan wujud tingkah laku positif di kehidupan keseharian. Sederhananya bagaimana menjadikan ibadah yang individual menjadi bermakna sosial.
Tulisan ini secara singkat memaparkan dan memahami point-point yang ada dalam gerakan sholat sebagai awal memahami nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah ritual ini. Dengan harapan semoga ibadah ritual yang dilakukan tidak berhenti sebagai ajaran formal belaka tapi mampu dimaknai dalam kehidupan nyata.
Merapatkan dan meluruskan shaf awal perintah awal yang harus disampaikan imam pada makmum yang hadir. Rapatnya barisan mengindikasikan untuk mencapai tujuan maka modal utama harus dekat, akrab dan rapat. Diawali dengan takbiratul ihram, Allahu Akbar, fokuskan pikiran dan pandangan kita hanya di tempat sujud (sajadah). Tidak memandang ke atas, ke kiri dan ke kanan. Nilai spiritual yang dapat dipetik lebih pada pengasahan jiwa (psikologis) yakni mensyukuri atas nikmat Allah SWT yang tidak terhitung banyaknya dan sungguh tinggi nilainya. Bersyukur punya mobil, tetangga baru punya motor dan mudah-mudahan mobil yang ada bisa bermanfaat untuk kemashlahatan orang sekitar. Yang memiliki motor, alhamdulillah masih punya motor, kawan akrab masih punya sepeda, mudah-mudahan yang punya motor, motornya bisa membantu orang lain, yang pakai sepeda syukur bahwa masih bisa berjalan agak jauh dibanding yang jalan kaki, yang jalan kaki bersyukur masih bisa melangkah dengan tegak, tetangga kompleks sedang diopname di rumah sakit dan hanya bisa tergeletak tak berdaya, yang sedang opnamepun masih bersyukur karena masih bisa berzikir, mohon ampun dan bisa berjumpa dengan orang lain. Selanjutnya? Sudah tidak ada kesempatan lagi karena yang berikutnya adalah pengumuman telah meninggal dunia saudara fulan bin fulan.
Perumpamaan di atas bukan berarti mematikan usaha untuk lebih baik dan lebih baik, tetapi dengan imtitsal ini mengajarkan qonaah (syukuri apa yang ada) dengan terus berusaha ke arah yang lebih baik. Mengapa? Karena mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada mukmin yang lemah, mukmin yang kuat ekonominya, kuat pendidikannya, kuat ilmunya akan lebih banyak bisa berbuat dari pada yang lemah.
Pelajaran ini memberikan makna bahwa jika kita masih diberikan kesempatan untuk menghirup udara di bumi ini, masih melihat matahari maka berbuat baiklah dengan apa yang kita miliki dan itu berarti kita masih diberi kesempatan untuk berbuat baik dan berbuat baik. FOKUS PADA PEKERJAAN.
Gerakan ruku, sebagai bentuk penghambaan pada Yang Serba Maha, Maha Melihat, Maha Mengetahui, Maha Kuasa dan sebagainya. Bahwa setiap kita akan mengalami masa ini, bagi yang dulunya tegak, tegar, kokoh maka akan menemui masa kelemahan, yang dulunya bertumpu pada dua kaki, sekarang tangan ikut menahan beban kita. Ketika itulah harus disadari bahwa tidak selamanya siapapun akan kokoh berdiri karenanya di saat ia berdiri okoh maka ingat dan santuni siapapun yang bisa saja kita dipertemukan Allah SWT dalam kondisi yang berubah 180 derajat. Orang yang dulu biasa saja, dengan kondisi serba kekurangan namun dipertemukan dengan kondisi yang mengagumkan, kondisi serba ada dan menentukan.
Ketika kondisi ruku inilah kita tetap diingatkan untuk mensucikan-Nya, dalam kondisi yang mulai melemah kita diajarkan untuk tetap ingat pada-Nya. JANGAN LUPAKAN ALLAH.
Untuk sesaat kita bangkit dari ruku dengan terus memujinya, Robbanaa Walaka Hamd. Selanjutnya betul-betul kita diperintahkan pada gerakan yang membuat kita tersungkur sebagai bentuk ketundukan yang sebenar-benarnya. Kepala yang kita hormati, kepala yang berada pada bagian paling atas, kepala yang tidak boleh siapapun memainkannya, tapi ketika sujud dihadapan Allah, sama rendahnya dengan telapak kaki, sama rendahnya dengan alas kaki kita, sama rendahnya dengan semua orang yang sujud. Sama di hadapan Allah, yang paling baik adalah yang paling bertakwa (QS. Al-Hujurat/ 49: 13); yang paling baik adalah yang paling berkualitas amalnya (Qs. Al-Mulk/67: 2).
Posisimu ketika tegak, mulai melemah dan selanjutnya tersungkur, itulah fase kehidupan yang akan dialami oleh siapapun. Tetapi bahwa dalam kondisi serendah itupun kita dianjurkan untuk tetap memujinya, Maha Suci Engkau ya Rob. Tetapi ia tahu, untuk hamba-hambanya yang senantiasa sujud, maka kepada mereka diberikan kabar gembira bahwa kedekatan seorang makhluk pada Khaliqnya adalah saat ia melakukan sujud dengan tujuh anggota tubuhnya yang menyentuh tanah (tempat sujud), karenanya perbanyak doa dan sujud pada Sang Khaliq.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib mengingatkan kita dengan filosofis sujud. Bahwa sujud mengingatkan akan asal kita yakni dari tanah, kemudian berbagai aktifitas di muka bumi dan pada akhirnya akan kembali ke tanah, masuk ke liang lahar dan kembali menjadi tanah. Orang yang rajin sujud sejatinya adalah orang yang diberi kesempatan Allah SWT mengikis kesombongan dan keangkuhan. Jadi, aneh bin ajaib, jika ada orang yang rajin sujud tapi angkuh, sombong, selalu ingin menang sendiri dan menganggap remeh orang lain. Seharusnya orang yang rajin sujud adalah mereka yang menghargai orang lain, yang tawadhu dan menyayangi sesama. JADILAH MANUSIA YANG RENDAH HATI.
Akhir dari ibadah sholat adalah salam. Salam sebagai pertanda sholat akan berakhir. Secara umum salam artinya kedamaian atau keselamatan. Makna yang lebih dalam adalah bahwa siapapun harus menebarkan salam kedamaian dan keselamatan dimanapun ia berada, dengan siapapun ia berteman dan dalam kondisi apapun disekitarnya. Nasaruddin Umar dalam bukunya The Spirituality of Names, Merajut Kebahagiaan Hidup dengan Nama-nama Allah (2008: 247) menyebutkan bahwa makna salam ini penekanannya lebih bersifat batiniyah, bukan dalam pengertian fisik. Sebab yang merasakan kedamaian atau ketenteraman adalah batin, bukan fisik.
Peduli dengan saudara yang ada di sebelah kita, kanan dan kiri, yang disimbolkan dengan ucapan salam saat akhir sholat harus mampu kita transfer spiritnya dalam kehidupan. Berbagi makanan, tidak menghidupkan suara musik dengan sangat keras, menyampaikan pesan tetangga adalah diantara makna salam sebagai terwujudnya kedamaian bagi siapapun.
Orang yang memahami hakikat salam maka ia menjadi manusia solutif, sekitranya tidak merasa terganggu dengan keberadaannya, kedatangannya menggenapkan, kepergiannya mengganjilkan.
Salam, sebagaimana istilahnya, siapapun dan dimanapun ia berada harus membawa kedamaian dan bukan menjadi bagian dari persoalan, justru ia harus menjadi bagian dari penyelesaian masalah.
Isra Mi’raj menjadikan kita sebagai makhluk yang diberi akal utuk dapat menjadikan peristiwa tersebut sebagai starting point menuju pelaksanaan ibadah yang lebih baik, yang terpenting mampu menterjemahkan nilai-nilai ibadah ritual menjadi lebih bermakna dan dekat dengan kehidupan keseharian kita. Semoga*