Oleh: Buhori
Aktivis GP Ansor Kalbar
Dalam agama Islam, terdapat empat bulan Qomariyah yang disebut dengan bulan-bulan haram (bulan yang mulia), yaitu bulan Dzul Qa`dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab. Ar-Râzi (544-606 H) menyatakan latar belakang penamaan bulan haram ini disebabkan orang-orang Arab sangat mengagungkannya. Bahkan seandainya pada bulan haram ini mereka berpapasan dengan pembunuh orang tuanya, mereka tidak akan menoleh untuk melakukan pembalasan, sebab peng-agungan yang luar biasa terhadap keberadaanya. Selain itu, haram juga berarti mulia. Mulia sebab di bulan ini amal kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya, begitu juga kemaksiatan akan semakin dahsyat balasannya.
Bulan Rajab, selain menjadi bagian dari bulan haram, kerap juga disebut sebagai bulan Allah (syahrullah) dan sebutan al-Asham (lihat Jâmi
u al-Ahâdits karya Jalaluddin As-Shuyûthi). Banyaknya nama dan istilah yang disematkan pada bulan ini mengindikasikan banyaknya fadhilah dan keistimewaan yang Allah swt. anugerahkan pada bulan Rajab. Banyak sekali karya-karya para ulama dan cendikiawan muslim yang mengupas tuntas fadelah bulan Rajab.
Di tengah gegap gempitanya umat Islam menyambut kedatangan bulan-bulan yang mulia ini, sering kali bermunculan pesan-pesan di media sosial (broadcast) tentang berita tibanya awal bulan haram, dan yang menyebarkannya dapat imbalan terbebas dari api neraka. Parahnya lagi, pesan tersebut dinisbatkan pada nabi Muhammad saw., atau disebut sebagai hadis.
Di antara pesan yang sering kali “nangkring” di laman media sosial adalah “hadis” berikut:
من يبارك الناس بهذا الشهر الفضيل )يعني شهر رجب) يــحرم عليه النار
“siapa saja yang memberitahukan tentang bulan yang mulia ini (bulan Rajab), maka haram api neraka baginya”.
BENARKAH PESAN ITU HADIS NABI ?
Untuk melihat kualitas sebuah hadis, langkah pertama yang dapat dilakukan adalah melihat apakah hadis tersebut termuat dalam kitab-kitab “babon” hadis atau tidak, atau dapat terlacak keberadaannya dalam kitab-kitab matan hadis. Hadis-hadis yang tidak terekam jejaknya dalam kitab-kitab matan biasanya akan diberi label sebagai hadis لا أصل له atau ليس له أصل (lihat Al-Shakhawi, al-Maqashid al-Hasanah: 91). Derajat hadis semacam ini biasanya akan ditengarai sebagai hadis dhoif bahkan maudu
(palsu).
Dalam hal ini, hampir dipastikan hadis “ikhbar bulan Rajab” tidak dapat ditemukan dalam kitab hadis manapun. Bagi yang punya aplikasi Syamilah atau aplikasi elektronik lainnya boleh dicoba dengan men-search dari ratusan kitab hadis yang ada pada menu yang disediakan. Hasilnya dipastikan akan nihil.
Selanjutnya, ciri lain dari hadis maudhu` adalah hadis yang menunjukkan adanya pahala besar untuk sebuah amal perbuatan yang kecil, atau hadis yang menyebutkan tentang ancaman yang begitu dahsyat atas sebuah dosa yang kecil. Kriteria ini juga terdapat dalam hadis rajab di atas. Cukup memberitahukan masuknya bulan Rajab, maka ia akan terbebas dari api neraka.
Selain dua ciri di atas, kepalsuan hadis Rajab tersebut juga dipertegas oleh putusan Dâr al-Iftaal-Mishriyyah (MUI -nya Mesir). Melalui akun media sosial resminya, Dâr al-Ifta
al-Mishriyyah menegaskan:
حديث” من يبارك الأحباب بهذا الشهر يحرم عليه النار” غير صحيح. وقالت: “لم يقل رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآله وَسَلَّمَ ذلك، إلا أنه لا مانع شرعًا من التهنئة بمناسبة حلول شهر رجب من غير نسبة هذا الكلام إلى حضرة سيدنا النبي صلى الله عليه وآله وَسَلَّمَ، وكان صلى الله عليه وآله وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ رَجَبٌ قَالَ: (اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ، وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ).
(Hadis tentang “ikhbar rajab” itu tidak benar, rasulullah saw. tidak pernah bersabda seperti itu. Akan tetapi syariat tidak pernah melarang seseorang untuk mengucapkan selamat dengan kedatangan bulan Rajab, namun dengan tanpa menisbatkannya kepada nabi Muhammad saw. Kebiasaan nabi ketika bulan Rajab tiba, maka beliau selalu berdoa “Allahumma bârik lanâ fi Rajaba wa Sya`bâna, wa ballighnâ Ramadhâna)
PERINGATAN BAGI PENYEBAR HADIS PALSU
Nabi Muhammad saw. telah memberikan peringatan keras bagi siapa saja yang memalsukan suatu hadis atau berbicara dengan mengatasnamakan nabi. Barang siapa menceritakan dariku suatu hadis yang dia ketahui kedustaannya, maka dia termasuk di antara dua pendusta.” (HR. Muslim dalam al-Muqadimah, Ibnu Majah 41, dan yang lainnya).”
Sikap bijak kita apabila mendapatkan broadcast hadis yang tidak jelas, selayaknya ditelusuri terlebih dahulu validitas sumber dan konten yang terdapat di dalamnya, sebelum disebarluaskan ke ranah publik. Ingat, saring sebelum sharing. Perlu diingat, meskipun anda bukan orang yang membuat hadis palsu itu, tapi jika anda mengetahuinya dan dengan sengaja menyebarluaskannya, maka anda termasuk dalam golongan pendusta.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Barang siapa menceritakan dariku suatu hadis yang dia ketahui kedustaannya, maka dia termasuk di antara dua pendusta.” (HR. Muslim dalam al-Muqadimah, Ibnu Majah 41, dan yang lainnya).
Imam an-Nawawi menjelaskan hadis di atas dengan ulasan berikut:
يحرم رواية الحديث الموضوع على من عرف كونه موضوعا أو غلب على ظنه وضعه فمن روى حديثا علم أو ظن وضعه ولم يبين حال روايته وضعه فهو داخل في هذا الوعيد مندرج فى جملة الكاذبين على رسول الله صلى الله عليه و سلم
“Haram hukumnya meriwayatkan hadis maudhu‘ bagi orang yang mengetahui atau menurut dugaan kuatnya bahwa derajat hadis tersebut adalah maudhu‘. Sebab itu, barang siapa meriwayatkan suatu hadis yang dia yakin atau ada sangkaan kuat bahwa derajatnya adalah maudhu’ (palsu), namun dia tidak menjelaskan derajatnya, maka dia termasuk dalam ancaman hadis ini, sebabai bagian dari orang-orang yang berdusta atas nama Rasulullah .” (Lihat Syarh an-Nawâwi `ala Muslim, 1/71)