Hilangnya waktu berkualitas untuk beraktifitas sesuai dengan gerak dan kinestetik seusianya, anak lupa akan pentingnya interaksi sosial yang seharusnya ia lakukan, adanya kecenderungan anti sosial, menyendiri dan senang diam tanpa ada reaksi apapun terhadap kejadian sekelilingnya adalah beberapa dampak negatif dari kecanduan pada gadget.
Kata mewaspadai pada judul di atas sekedar mengingatkan kita yang ditunjukkan dengan kenyataan di atas selain bahwa banyak hal yang terjadi disebabkan karena media sosial ini, media sosial sebagai jaringan di dunia maya yang bebas untuk menyampaikan pendapat, mengemukakan gagasan dan ide dan siapapun dapat mengomentarinya.
Bagi mereka yang hadir di tahun 2000-an, kecanggihan teknologi sudah mengitari mereka, berikan saja gadget maka dengan mudah mereka aplikasikan. Semakin canggihnya teknologi, semakin lihai pula mereka mengoperasikannya, dapat dipastikan generasi saat ini tidak ada yang tidak tahu WA, Growtopia dan kecanggihan lainnya. Pastinya, hidup mereka sudah tidak asing dengan teknologi ini.
Dengan kondisi lingkungan semacam ini, media sosial sudah berperan sebagai sebuah sekolah, bukankah pada sekolah terdapat materi ajar, merangsang anak untuk berfikir meskipun minim pembimbing (guru) atau justru ilmu yang diperoleh adalah otodidak.
Jika secara umum dikenal keluarga adalah sekolah pertama, lembaga pendidikan formal sebagai sekolah kedua, lingkungan sosial tempat tinggal sebagai sekolah ketiga, maka saat ini media sosial dapat ditempatkan sebagai sekolah keempat.
Orang tua dan anggota keluarga lainnya adalah guru pertama dan utama, darinya sikap dan nilai-nilai diinternalisasikan kepada anak. Adanya support, kecaman dan apresiasi mewarnai penanaman nilai-nilai ini, tergantung pada pola pikir dan orientasi sebuah keluarga, karenanya satu keluarga dengan keluarga lain tidak akan sama sistem pendidikannya tetapi akan dapat dilihat pada out putnya, internalisasi nilai dapat dilihat pada sikap dan tingkah laku anak-anaknya, bukankah anak-anak adalah representasi orang tua dan pola asuh yang terjadi.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal akan sangat mudah dibaca manakala kita melihat pada kurikulumnya, dengan panduan yang jelas, adanya tenaga pendidik yang multi basic, diperkuat dengan sarana-prasarana dan media yang ada dan adanya tata tertib menjadikan sekolah ikut berperan mengisi dan mengembangkan potensi anak.
Lingkungan sosial sebagai tempat bermain anak ikut memengaruhi tumbuh-kembang anak. Apa yang dilihatnya, apa yang didengarnya dan apa yang menjadi keputusan sekitarnya ikut memberikan sumbangsih atas sikap anak dalam bermasyarakat, anak yang tumbuh dalam lingkungan sosial yang religius maka dapat dipastikan sebagian besar sikap dan tingkah lakunya mencerminkan sosok yang religius setidaknya memiliki pola pikir dengan kecenderungan yang religius. Anak yang tumbuh kembang dalam lingkungan sosial yang terbiasa berbicara tidak senonoh, bicara kasar maka hal itu yang juga yang akan terpatri dalam jiwanya.
Gagdet saat ini memang penting bagi kehidupan baik untuk komunikasi, relasi, menambah wawasan dan pengetahuan, pendidikan namun kelalaian pemakainya dapat berefek pada lainnya setidaknya waktu dan yang lebih jauh lagi adalah sering membuat gagal fokus sementara target belum tercapai sama sekalinya. Media sosial saat ini benar-benar pada puncaknya dan menemukan sasarannya, meskipun pada konsepnya setiap alat atau media bersifat netral tergantung penggunanya tetapi bahwa dampak sekolah keempat ini memprihatinkan. Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan pada jurnal Infant Behavior and Development mengemukakan bahwa semakin panjang durasi interaksi anak dengan perangkat elektronik (TV, Gadget) maka akan memperlambat perkembangan kognitif dan motorik bahkan bahasa dan ini akan semakin berdampak jika dibiarkan dengan dalih asal anak aman dan tidak kemana-mana.
Membiarkan anak untuk larut dengan media sosial sebagai bentuk pengalihan dari hal-hal yang dianggap mengganggu pekerjaan orang tua adalah sikap yang harus dikoreksi, disinilah letak pentingnya bahwa jenis sekolah apapun sebagaimana dikemukakan di atas yang harus menjadi pengendalinya adalah orang tua dan keluarga, durasi yang jauh berbeda antara jam belajar di sekolah formal dan dalam keluarga menunjukkan bahwa keluarga paling utama. Salah satu dasarnya adalah bahwa yang diajar adalah anak biologis yang memiliki hubungan kasih sayang erat sebagai orang tua dan anak. Kasih sayang orang tua inilah yang sangat membedakan namun sangat memberi arti untuk bekal hidup anak-anak kita di masa yang akan datang.
Intinya, kendalikan penggunaan gadget di keluarga kita masing-masing sebelum mereka, anak-anak kita tidak merasakan kehadiran di saat kita hadir selaku orang tua. Semoga**
Oleh Sholihin H. Z