Hoax menurut wikipedia adalah :”Sebuah pemberitaan palsu adalah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut palsu.”
Prof. Komaruddin Hidayat menyebutkan hoax pada awalnya adalah penyebaran berita bohong yang dilakukan dengan sengaja karena motif kebencian. Melihat kondisi saat ini, menurut beliau, keadaan ini sudah seperti penyakit akut yang mewabah dimana-mana.
Dari pendapat di atas, key word dari definisi hoax adalah adanya rasa kebencian pada seseorang, pada sekelompok orang, sebuah organisasi dan kepada siapapun. Disinilah kiranya ada benarnya ungkapan yang menyatakan jika seseorang sedang atau sudah menyukai sesuatu maka sejelek apapun yang dilakukan sesuatu itu laksana bunga harum semerbak tapi manakala seseorang sudah benci, sebagus dan sebaik apapun yang dilakukan pasti masih mengandung kekurangan dan ketidaksenangan. Lagi-lagi, kita diajarkan cintailah sesuatu sekedarnya saja bisa saja yang kita sukai menjadi sebuah kebencian atau sebaliknya bencilah sesuatu sekedarnya saja bisa jadi yang dibenci terdapat kebaikan di dalamnya.
Adanya berita yang diketahui palsu setelah dilakukan check dan recheck ternyata jauh dari kebenaran, bisa jadi di saat itulah baru nampak kebenaran. Ilmu sosial bermasyarakat sudah mengajarkan kepada kita, berita yang diterima, informasi yang didengar, kebijakan yang dikeluarkan harus terlebih dahulu di cek kebenarannya, di-tabayyun– menurut bahasa al-Quran. Pemfilterisasian atau penseleksian berita ini perlu, dampaknya bisa luar biasa jika tidak ditelusuri kebenarannya, jika ia terdapat pada rumah tangga, rumah tangga akan cek-cok, jika terjadi di kantor, mutasi dan rotasi tanpa pertimbangan yang matang akan mencuat, jika terjadi di sekolah, pengelompokkan akan terjadi bisa berdasarkan senior-junior, bisa dikarenakan PNS atau GBPNS, bisa disebabkan sertifikasi atau belum sertifikasi dan sebagainya.
Mencermati maraknya berita-berita hoax ini, akhirnya kita bertanya sejauh mana dampak dari proses pembelajaran dan pendidikan yang kita tempuh selama ini, mulai pendidikan dasar, menengah dan perguruan tinggi. Jika sebagian tokoh di negeri ini menyatakan gusar dan khawatir dengan keadaan bangsa negeri ini, setidak ini menunjukkan bahwa negeri ini masih adanya orang-orang yang komitmen dengan kesatuan, negeri ini bukan kekurangan orang-orang pintar, bukan tidak adanya ilmu, bukan kekurangan orang yang cerdas, tapi yang diperlukan adalah mereka yang mau bekerja keras, dengan cara kerja yang waras, dan dilandasi semangat ikhlas.
Ketika hoax dihujat, ketika berita palsu disebarkan dan masyarakat tahu tentang hoax tapi mengapa kesannya begitu digemari? Menarik apa yang dikemukakan oleh Prof. Komaruddin Hidayat lagi, ketika hoax digemari dan mudah ditemukan dimana-mana ini pertanda bahwa masyarakat kita sedang sakit, malas berpikir, malas membaca buku, senang ngobrol dan cemburu pada orang yang sukses
Ketika kondisi masyarakat itu mudah ditemukan, berarti ia dideteksi sebagai sebuah penyakit. Layaknya seorang dokter yang mendiagnosa pasiennya selain terapi, obat-obatan tentu wejangan dan petuah dokter diperlukan sebagai terapi psikologis. Jika kita alihkan ke fenomena hoax ini maka harus disediakan obat-obatan yang dapat membuang penyakit ini dan dokternya bukan hanya penegak hukum dan pengambil keputusan (decision maker) tapi juga tokoh semua agama, pemimpin informal dan sejenisnya yang dengan kesejukannya, kesepuhannya memberikan wejangan-wejangan arif dan bijaksana. Bukankah dinyatakan tidak akan masuk surga orang yang suka menyebarkan berita bohong? Semoga.
Oleh Sholihin H. Z.**
(Alumni Program Magister IAIN Pontianak)